Syafi’i:
hal itu
membatalkan wudu dalan keadaan apa jua pun jika tidak ada penghalang, kecuali
jika disentuh itu adalah muhrim.
Maliki dan
Hanbali:
Jika persentuhan
itu disertai syahwat maka batal wudunya, Namun jika tidak disertai syahwat, hal
itu tidak membatalkan wudu.
Hanafi:
Hal itu
tidak membatalkan wudu, kecuali menegangkan zakar, baik tegang dengan
sendirinya mau pun dengan kesengajaan.
Muhammad bin
Al-Hasan – seorang murid terkemuka Hanafi berpendapat:
Wudunya
tidak batal meskipun zakarnya tegang.
Atha’
berpendapat: Jika seseorang menyentuh perempuan asing – bukan Muhrim – yang dapat
dinikahi maka wudunya batal. Sementara itu jika perempuan itu -yang disentuh
itu- halal baginya, seperti isteri dan budak perempuan, maka wudunya tidak
batal.
Pendapat paling kuat dari syafi’I dan maliki:
Orang yang menyentuh dan yang disentuh sama saja – batal wudunya.
Dari Hambali terdapat dua riwayat – yang satu membatalkan dan yang lain tidak
membatalkan.
Rujukan: fiqih Empat Mazhab : Syaikh Al Allamah Muhammad Bin
Abdurahman ad-Dimasyqi (23:24)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan