" tiada paksaan dalam (menganut agama Islam), sesungguhnya telah jelas (perbezaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat"
-(Al Baqarah: 256)

Selasa, 22 Mei 2012

Qadhalah Puasa sebelum tibanya Ramadhan

Sebagian orang sering menganggap remeh penunaian qadha puasa ini. Sampai-sampai bertahun-tahun hutang puasanya menumpuk karena rasa malas untuk menunaikannya, padahal ia mampu. Berbeza halnya jika ia tidak mampu karena mungkin dalam keadaan hamil atau menyusui, bertahun-tahun sehingga ia mesti menunaikan hutang puasa pada dua atau tiga tahun berikutnya. Yang terakhir memang ada uzur. Namun yang kita permasalahkan adalah yang dalam keadaan sehat dan mampu tunaikan qadha puasa.

Qadha puasa tetap wajib ditunaikan berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al Baqarah: 185).
Juga berdasarkan hadits dari 'Aisyah,

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat." (HR. Muslim no. 335).

Oleh karena, bagi yang dahulunya haidh atau alasan lainnya dan belum melunaskan hutang puasanya sampai saat ini selama bertahun-tahun, maka segeralah tunaikan. Jangan sampai menunda-nunda.



Mengakhirkan Qadha Ramadhan Hingga Ramadhan Berikutnya

Sebagian ulama mengatakan bahwa bagi orang yang sengaja mengakhirkan qadha’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia cukup mengqadha’ puasa tersebut disertai dengan taubat. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.

Namun, Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa jika dia meninggalkan qadha’ puasa dengan sengaja, maka di samping mengqadha’ puasa, dia juga memiliki kewajiban memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang belum diqadha’. Pendapat inilah yang lebih kuat sebagaimana difatwakan oleh beberapa sahabat seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah pernah diajukan pertanyaan, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qadha’ puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya dan dia tidak memiliki uzur untuk menunaikan qadha’ tersebut. Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qadha’ atau dia memiliki kewajiban kafarah?”

Syaikh Ibnu Baz menjawab ;
 “Dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha’ puasanya. Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sha’ Nabawi dari makanan asasi negeri tersebut (kurma, gandum, beras atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan. Dan tidak ada kafarah (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Namun apabila dia menunda qadha’nya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sukar untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqadha’ puasanya." (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, no. 15 hal. 347, Mawqi’ Al Ifta’)

Kesimpulan:
 Bagi seseorang yang dengan sengaja menunda qadha’ puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia memiliki kewajiban: (1) Bertaubat kepada Allah, (2) mengqadha’ puasa, dan (3) wajib memberi makan (fidyah) kepada orang miskin sebesar setengah sho’ (1,5 kg), bagi setiap hari puasa yang belum ia qadha’. Sedangkan untuk orang yang memiliki uzur (seperti karena sakit), sehingga dia menunda qadha’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya (atau hingga bertahun-tahun karena ia terhalang hamil dan menyusui), maka dia tidak memiliki kewajiban kecuali mengqadha’ puasanya saja di saat ia mampu.



Qadha Ramadhan Tidak Mesti Berturut-turut

Sebagaimana disebutkan dalam Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah (terbitan kementrian agama Kuwait), menurut pendapat jumhur (majoriti ulama), tidak disyaratkan berturut-turut ketika menunaikan qadha puasa. Alasannya karena keumuman ayat,



فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

" ... maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". Jadi boleh  mengqadha sebahagian puasa di bulan Syawal, sebahagiannya lagi di bulan Dzulhijjah, dan sebahagiannya sebelum Ramadhan yaitu di bulan Rajab dan Sya'ban. Artinya, ada keluasan dalam hal ini.



Segera Tunaikan Qadha' Puasa

Jangan sampai menunda-nunda lagi. Yang mampu dilakukan saat ini, segeralah dilakukan apalagi itu kebaikan. Allah Ta'ala berfirman,

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”
(QS. Al Mu’minun: 61)

-Fiqhsunnah / Qadhapuasa

Tiada ulasan:

Catat Ulasan