Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:
Faedah dari hadits di atas:
Pertama:
Memperbagus wudhu maksudnya adalah berwudhu dengan cara yang sempurna.
Yaitu seseorang berwudhu dari mengucapkan basmalah di awal, lalu ia
mencuci kedua tangannya. Kemudian ia berkumur-kumur, memasukkan air
dalam hidung dan mengeluarkannya, hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Lalu mencuci wajah sebanyak tiga kali. Yang dimaksud wajah adalah mulai
dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dagu, dan mulai dari telinga
yang satu ke telinga lainnya. Kemudian mengusap kepala dan telinga
sekali. Lalu mencuci kaki hingga mata kaki sebanyak tiga kali.
Disunnahkan ketika berwudhu untuk mencela-cela jari, jenggot, dan
bersiwak. Kemudian setelah berwudhu disunnahkan untuk berdzikir pada
Allah dengan membaca doa setelah wudhu yang berisi dua kalimat syahadat
dan meminta pada Allah agar dijadikan orang yang bertaubat dan orang
yang disucikan.
Kedua:
Ketika memasuki masjid untuk shalat Jumat, disunnahkan melaksanakan
shalat sunnah (dua raka’at-dua raka’at) sampai imam datang. Namun jika
cukup dengan dua raka’at saja, maka tidaklah mengapa, ada kelapangan
dalam hal ini.
Ketiga:
Jika imam telah memulai khutbah, maka hendaklah jama’ah diam dan
mendengarkan khutbah tersebut. Hendaklah mereka tidak ngobrol saat
khutbah dan menjauhi perbuatan yang sia-sia.
Kelima:
Hadits ini menunjukkan peringatan keras bagi orang yang bermain-main
dengan tongkat saat khutbah. Perbuatan seperti ini disebut tercela dan
sia-sia karena melalaikan dari mendengar khutbah Jum’at.
Keenam:
Jika bermain-main dengan tongkat saja dianggap perbuatan yang sia-sia,
bagaimana lagi dengan kegiatan lainnya saat khutbah yang lebih membuat
lalai dari mendengar khutbah Jum’at. Tentu saja perbuatan itu lebih
terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً وَالَّذِى يَقُولُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ
لَهُ جُمُعَةٌ
“Barangsiapa
yang berbicara pada saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai
yang memikul lembaran-lembaran (artinya, ibadahnya sia-sia, tidak ada
manfaat, pen). Siapa yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam),
maka tidak ada Jum’at baginya (artinya, ibadah Jum’atnya tidak ada
nilainya, pen).” (HR. Ahmad 1/230. Sanadnya tidak mengapa)
Kelapan: Tidak mengapa jika seorang imam berbicara pada salah satu jama’ah atau salah satu jama’ah berbicara pada imam ketika ada maslahat dan manfaat yang berkaitan dengan shalat atau berkaitan dengan urusan kaum muslimin. Hal seperti ini dibolehkan sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih lainnya.
Rujukan:
[Tulisan ini adalah faedah dari bahasan Syaikh Al Haddady, ulama Riyadh-KSA, pada web beliau di link: http://haddady.com/ra_page_views.php?id=260&page=19&main=7]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan