Saat seseorang berumur 40 tahun, maka ia memiliki tanggungjawab di tengah keluarga dan masyarakat yang lebih besar. Anak-anak memerlukan biaya yang lebih untuk pendidikan dan lainnya. Sementara orang tuanya, pastinya sudah renta dan sangat memerlukan bantuan dari anak-anaknya. Di sinilah sering seseorang melupakan orang tuanya karena konsentrasinya yang lebih terhadap keluarga dan anak-anaknya. Padahal seharusnya dengan bertambahnya umur semakin membuat ia sadar akan jasa-jasa orang tuanya kepada dirinya. Sehingga disebutkan dalam hadits, "Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya, salah seorang atau kedua-duanya, tapi tidak bisa masuk surga (dengan itu)." Dalam riwayat lain, "Tapi keduanya tidak bisa memasukkannya ke dalam surga." (HR. Ahmad dan lainnya)
Ayat
tentang kewajiban berbuat ihsan kepada orang tua di atas diawali dengan
perintah untuk mentahidkan Allah, ikhlash ibadah kepada-Nya, dan
istiqamah di atasnya. Seolah menunjukkan, saat Allah perintahkan untuk
mentauhidkan-Nya ada di antara hamba yang menyambut dan ada pula yang
menentang. Sama juga dengan perintah berbakti kepada orang tua, ada
manusia yang berbakti kepada orang tuanya dan ada pula yang malah
durhaka.
Juga
mengisyaratkan, agar tidak membedakan dan membentukan berbuat ihsan
kepada orang tua dengan mentauhidkan Allah. Sesungguhnya berbuat ihsan
kepada kedua orang tua itu bagian dari ibadah kepada Allah. Sehingga
tidak boleh dalam berbuat ihsan tersebut melanggar nilai-nilai
ketauhidan. Walau besar hak orang tua atas anak, tidak boleh mentaati
keduanya dalam maksiat kepada Allah. Karena tetaplah nikmat yang orang
tua dapatkan itu berasal dari Allah juga.
Bentuk berbuat ihsan kepada orang tua yang diperintahkan dalam ayat tersebut mencakup segala bentuk berbuat baik seperti memenuhi nafkah orang tua, memenuhi kebutuhannya, mentaati perintahnya yang ma'ruf, menghidarkan dari bahaya, mengobatkannya jika sakit, menghiburnya jika sedih, dan memohonkan ampun dan doa untuk kedunya, serta yang lainnya.
Jangan Lupakan Keturunan
Sesudah
seorang muslim diperintah berbuat baik kepada orang yang di atasnya dan
mengerjakan amal shalih untuk dirinya, janganlah ia lupa terhadap anak
keturunanya. Ia juga wajib memperhatikan pendidikan dan pengarahan
mereka, agar menjadi orang yang taat kepada Allah Ta'ala. Karena mereka
adalah amanat yang harus diarahkan untuk taat kepada Tuhan-Nya.
Dan
sesungguhnya di antara balasan baik dari amal shalih mereka adalah
diperbaiki keturunan mereka. Baiknya orang tua akan berefek kepada
perbaikan anak. Ini juga menjadi pelajaran, dalam melakukan pendidikan
kepada anak haruslah orang tua memulai dari menshalihkan diri mereka
dengan ilmu dan amal. Di samping supaya bisa menjadi teladan, baiknya
anak keturunan juga menjadi balasan bagi dirinya.
Syaikh
al-Sa'di berkata dalam menafsirkan ayat di atas, "Sesungguhnya baiknya
orang tua dengan ilmu dan amal termasuk sebab yang besar untuk baiknya
anak-anak mereka."
Selain
itu, berdoa sebagai bagian dari tawakkal kepada Allah dalam usaha tidak
boleh dianggap ringan. Karena hati manusia itu berada di antara dua
jari dari jemari Allah Ta'ala yang diarahkan kepada Dia kehendaki. Oleh
sebab itu, kita dapatkan doa dari para Nabi dan orang-orang shalih untuk
keshalihan anak-anak mereka. Silahkan baca: Doa Agar Dikaruniakan Anak Shalih.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim, ada seorang lelaki yang mengadikan tentang anaknya
kepada Thalhah bin MusharrifRadhiyallahu 'Anhu, maka Thalhah berkata
kepadanya, "Minta tolonglah dalam masalah anakmu dengan ayat,
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."
(QS. Al-Ahqaf: 15)
Memperbaharui Taubat
Usia
40 tahun haruslah menjadi titik tolak dan perbaharuan taubat penyesalan
seseorang atas dosa-dosa dan kufur nikmat selama hidupnya. Karena pada
usia ini benar-benar telah merasakan banyaknya nikmat dan tidak
sebandingnya rasa syukur terhadapnya. Maka pengakuan dosa pasti akan
mengalir dari orang yang mau merenungkan masa lampaunya, sehingga dari
itu lahir penyesalan, tumbuh istighfar dan taubat kepada Allah.
Oleh sebab itu, disebutkan dalam doa di atas,
إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ"Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."
(QS. Al-Ahqaf: 15)
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, "Dan di dalamnya terdapat petunjuk bagi
orang yang sudah berusia 40 tahun agar memperbaharui taubat dan inabah
kepada Allah 'Azza wa Jallaserta bertekad kuat atasnya." Dia harus terus
meninggakatkannya saat usianya menginjak 40 tahun sampai ajal
menjemputnya. Wallahu Ta'ala A'lam.
Fiqhsunnah
Tiada ulasan:
Catat Ulasan