Bagaimana para Imam Madzhab membuat/mengambil
keputusan untuk dijadikan rujukan ibadah sesuai dengan waktu dan tempat
para Imam Madzhab.
Para
Imam Mazhab berbeza dalam menggunakan dasar pengambilan hukumnya. Hal
ini menyebabkan pula berbezanya pendapat dalam menetapkan hukum dalam
Islam. perhatikan perbezaan dasar pengambilan hukum itu :
Dasar-dasar mazhab Imam Hanafi
- Kitab ALLAH (Al Quranul Karim).
- Sunnah Rasulullah SAW, dan dasar-dasar yang sahih serta masyhur.
- Fatwa-fatwa dari para sahabat.
- Qiyas.
- Istihsan.
- Adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat kaum muslimin.
Dasar-dasar madzhab Imam Malik
- Kitab ALLAH (Al Quranul Karim)
- Sunnah Rasulullah SAW yang dianggap sah.
- Amal atau ijma’ ulama Madinah.
- Qiyas, selama tidak menemukan hadist (meskipun mursal) atau tidak menemukan fatwa sahabat Nabi SAW.
- Istishlah, yakni memelihara tujuan syara’ dengan jalan menolak segala sesuatu yang merosakkan makhluk.
Dengan kitab Syarah al-Bahjah, disebutkan bahwa dasar-dasar mazhab Imam Malik adalah :
- Nashshul Kitab (ayat Al Qur’an yang jelas artinya, yang tidak dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain).
- Zhahirul Kitab (ayat Al Qur’an yang dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain).
- Dalilul Kitab (mafhum mukholafah dari suatu ayat Al Qur’an).
- Mafhum Muwafaqoh dari suatu ayat Al Qur’an.
- Tanbih al-Kitab terhadap nash.
- Nash Sunnah (matan hadist yang jelas artinya yang tidak dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain).
- Zhahirus Sunnah (matan hadits yang dapat ditakwilkan artinya).
- Dalilus Sunnah (mafhum mukholafah dari suatu matan hadits).
- Mafhum Sunnah (mafhum muwafaqoh dari suatu matan hadits).
- Tanbihus Sunnah.
- Ijma’
- Qiyas.
- Amal ahli Madinah.
- Qaulus Shahabi.
- Istihsan.
- Muraa-atul Khilaaf.
- Saddudz-dzaraa’i.
Dasar-dasar madzhab Imam Syafi’I
- Al-Qur’an ; Beliau mengambil makna yang zhahir (lahir) kecuali bila ada alasan mengartikan yang membelokkan dari arti lahir (tetapi bagi beliau jarang sekali).
- As-Sunnah ; Beliau tidak hanya mengambil hadits mutawatir saja, tetapi hadits-hadits ahad juga beliau pakai untuk dalil.
- Ijma’ ; Beliau berpendapat atau mengambil ijma’ para sahabat dan bilamana ada salah seorang sahabat yang menyalahinya, belumlah diartikan ijma’. Jadi bukan sembarang ijma’.
- Pendapat sebagian sahabat, tetapi tidak ada sahabat lain yang menentang atau tidak menyetujuinya.
- Pendapat seorang sahabat, tetapi ada sahabat lain yang tidak menyetujuinya dalam hal ini beliau mengambil pendapat yang paling dekat dengan Al Qur’an dan Sunnah atau pendapat yang dapat dikuatkan dengan qiyas.
- Qiyas.
- Istidlal, mencari alasan berdasarkan atas kaedah-kaedah agama meskipun dari agama ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).
Dasar-dasar mazhab Imam Hambali
- Al Qur’an
- As Sunnah (bila sudah ada dua nash itu, maka beliau tidak menngambil atau mempertimbangkan yang lainnya meskipun ada fatwa sahabat misalnya).
- Fatwa sahabat Nabi, bila tidak menemukan sesuatu dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
- Fatwa sahabat (para sahabat) yang masih dalam perselisihan (belum ada kesepakatan), maka beliau mengambil pendapat yang lebih dekat dengan maksud Al Qur’an dan As Sunnah.
- Hadits mursal dan hadits dla’if yang tidak keterlaluan seperti hadits dla’if yang mungkar dan batal atau ada perawinya yang tertuduh pendusta. Adapun hadits dla’if yang beliau pakai adalah yang setingkat dengan hadits hasan, yakni hadits yang tidak dapat mencapai tingkat sahih.
- Qiyas, apabila telah dalam keadaan terpaksa atau darurat.
Jumhur
Ulama, menggunakan qiyas sebagai dasar hukum, tetapi ahli dhohir tidak
mau menggunakannya sebagai sumber hukum. Juga jumhur ulama menggunakan
mafhum mukholafah sebagai hujjah syar’iyyah, tetapi golongan Hanafiyah
tidak menggunakannya sebagai hujjah syar’iyyah.
Adapun
pendapat (fatwa) Shahaby, sebagian Imam menggunakan sebagai dasar
hukum, tetapi sebagian Imam tidak menggunakannya. Golongan Malikiyah
mengamalkan maslahah mursalah, tetapi jumhur tidak mengamalkannya.
Sebagian ulama Syafi’iyyah mengamalkan istish-hab, tetapi sebagian yang
lainnya tidak.
Dengan
perbedaan pendapat didalam menggunakan dasar-dasar hukum serta
kriterianya dalam menentukan hukum, maka jelaslah bahwa hasil hukum yang
dtetapkannya berbeza.
Demikianlah
sebab-sebab mengapa ada perbedaan diantara para mujtahid atau para imam
dalam masalah hukum. Bagi para Imam tidak boleh
dikatakan bersalah, sebab tingkatan para Imam itu adalah Mujtahid. Jadi
seandainya pendapat para Imam itu benar maka akan mendapatkan 2 pahala dan
seandainya pendapat para Imam salah maka masih mendapatkan 1 pahala.
Kita
pun tidak semena-mena membatalkan ijtihad orang lain. Tetapi bila ada
hasil ijtihad yang berbeza-beza dalam satu masalah, kemudian kita
menelaah atau menilik masing-masing alasannya dan dasarnya yang
digunakan oleh mujtahid yang bersangkutan, kemudian kita setuju salah
satunya, apakah salahnya ?
Maka
orang yang keras kepala dengan membuta tuli hanya mau mengikuti pendapat
seseorang mujtahid saja tanpa mau tahu dalil dan alasan serta dasar
yang dibawakan oleh mujtahid lain, adalah suatu fanatisme buta atau
jumud pikiran.
Fiqhsunnah; perbezaan antara mazhab
Tiada ulasan:
Catat Ulasan