Sebagian
orang menyebut, umur empat puluh tahun penuh teka-teki dan penuh
misteri. Sehingga terbit sebuah buku berjudul, "Misteri Umur 40 tahun"
yang diterbitkan pustaka al-tibyan – Solo, diterjemahkan dari buku
berbahasa Arab, Ya Ibna al-Arba'in, oleh Ali bin Sa'id bin Da'jam.
Seseorang
yang sudah mencapai umur 40 tahun berarti akalnya sudah sampai pada
tingkat kematangan berfikir serta sudah mencapai kesempurnaan kedewasaan
dan budi pekerti. Sehingga secara umum, tidak akan berubah keadaan
seseorang yang sudah mencapai umur 40 tahun.
Al-Tsa'labi rahimahullah berkata,
"Sesungguhnya Allah menyebutkan umur 40 tahun karena ini sebagai batasan bagi manusia dalam keberhasilan maupun keselamatannya."
"Sesungguhnya Allah menyebutkan umur 40 tahun karena ini sebagai batasan bagi manusia dalam keberhasilan maupun keselamatannya."
Ibrahim al-Nakhai rahimahullah berkata, "Mereka berkata (yakni para salaf), bahwa jika seseorang sudah mencapai umur 40 tahun dan berada pada suatu perangai tertentu, maka ia tidak akan pernah berubah hingga datang kematiannya."
(Lihat: al-Thabaqat al-Kubra: 6/277)
Allah
Ta'ala telah mengangkat para nabi dan Rasul-Nya, kebanyakan, pada usia
40 tahun, seperti kenabian dan kerasulan Muhammad, Nabi Musa, dan
lainnya 'alaihim al-Shalatu wa al-Sallam. Meskipun ada pengecualian
sebagian dari mereka.
Imam
al-Syaukani rahimahullah berkata,
"Para ahli tafsir berkata bahwa Allah Ta'ala tidak mengutus seorang Nabi kecuali jika telah mencapai umur 40 tahun."
(Tafsir Fathul Qadir: 5/18)
"Para ahli tafsir berkata bahwa Allah Ta'ala tidak mengutus seorang Nabi kecuali jika telah mencapai umur 40 tahun."
(Tafsir Fathul Qadir: 5/18)
Dengan
demikian, usia 40 tahun memiliki kekhususan tersendiri. Pada umumnya,
usia 40 tahun adalah usia yang tidak dianggap biasa, tetapi memiliki
nilai lebih dan khusus.
Diceritakan,
al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi adalah seorang laki-laki yang shalih,
cerdas, sabar, murah hati, berwibawa dan terhormat. Ia berkata,
"manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun. Itu adalah usia, di mana pada usia tersebut Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan pikiran manusia akan sangat jernih pada waktu sahur."
(Lihat: al-Wafyat A'yan, Ibnu Khalkan: 2/245)
"manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun. Itu adalah usia, di mana pada usia tersebut Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan pikiran manusia akan sangat jernih pada waktu sahur."
(Lihat: al-Wafyat A'yan, Ibnu Khalkan: 2/245)
Disebutkan
tentang biografi al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi,
"Bahwa ketika mencapai umur 40 tahun ia berkonsentrasi untuk beribadah dan memutuskan diri dari hubungan dengan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, dan ia berpaling dari semua urusan dunia dan umat manusia, seakan-akan ia tidak pernah kenal seorangpun dari mereka. Dan ia terus menyusun karya-karya tulisnya. . ."
(Syadzratu al-Dzahab: 8/51)
"Bahwa ketika mencapai umur 40 tahun ia berkonsentrasi untuk beribadah dan memutuskan diri dari hubungan dengan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, dan ia berpaling dari semua urusan dunia dan umat manusia, seakan-akan ia tidak pernah kenal seorangpun dari mereka. Dan ia terus menyusun karya-karya tulisnya. . ."
(Syadzratu al-Dzahab: 8/51)
Al-Qur'an Menyebut Umur 40 Tahun
Cukuplah
Al-Qur'an yang telah menyebutkan umur 40 tahun dengan tegas itu menjadi
perhatian. Sehingga kita lihat, saat memasuki usia ini para ulama salaf
mencapai kebaikan amal mereka dan menjadikannya sebagai hari-hari
terbaik dalam hidupnya.
Allah Ta'ala berfirman,
حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ"Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"." (QS. Al-Ahqaf: 15)
Umur 40 Tahun dan Syukur
Ayat
di atas mengisyaratkan, saat sudah menginjak usia 40 tahun hendaknya
seseorang mulai meningkatkan rasa syukurnya kepada Allah juga kepada
orang tuanya.
Ia
memohon kepada-Nya, agar diberi hidayah, taufik, dibantu, dan dikuatkan
agar bisa menegakkan kesyukuran ini. Karena segala sesuatu yang terjadi
di muka bumi ini adalah dengan kehendak dan izin-Nya, sehingga ia
meminta hal itu kepada-Nya. Ini sebagaimana doa yang diajarkan
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu
'Anhu, "Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, Janganlah engkau tinggalkan untuk membaca sesudah shalat:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِك ، وَشُكْرِك وَحُسْنِ عِبَادَتِك"Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir, beryukur, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasai dengan sanad yang kuat)
Karena
sesungguhnya seorang hamba pasti sangat memerlukan kepada pertolongan
Tuhannya dalam menjalankan perintah, menjauhi larangan, dan sabar atas
ketetapan-ketetapan takdir-Nya. (Dinukil dari Subulus Salam, Imam
al-Shan'ani)
Sebenarnya
bersyukur itu sepanjang umur. Dan dikhususkan pada umur 40 tahun ini
karena pada saat usia ini seseorang benar-benar harus sudah mengetahui
segala nikmat Allah yang ada padanya dan pada orang tuanya, lalu ia
mensyukurinya.
Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya berkata,
"Allah Ta'ala
menyebutkan orang yang sudah mencapai umur 40 tahun, maka sesungguhnya
telah tiba baginya untuk mengetahui nikmat Allah Ta'ala yang ada padanya
dan kepada kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya."
Sesungguhnya
hakikat syukur itu mencakup tiga komponen; hati, lisan, dan anggota
badan. Hati dengan mengakui bahwa semua nikmat itu berasal dari
pemberian Allah. Lisan dengan menyebut-nyebut dan menyandarkan nikmat
itu kepada-Nya serta memuji-Nya. Sementara anggota badan adalah dengan
menggunakan nikmat itu untuk taat kepada-Nya, yakni untuk menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karenanya, disebutkan dalam
ayat, "Dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai."
Fiqhsunnah
Fiqhsunnah
Tiada ulasan:
Catat Ulasan